Teori Evolusionisme
Dalam artian
Epistimologi, Evolusi berarti perubahan secara perlahan namun pasti menuju
kesuatu titik. Sedangkan Teori Evolusi Sosial yang dipopulerkan oleh Sir
Herbert Spencer (1820-1903), yang menyatakan bahwa masyarakat berkembang dari
bentuk yang sederhana, tidak teratur menjadi bentuk yang koheren dan teratur. Evolusi Sosial digambarkan
sebagai serangkaian perubahan sosial pada masyarakat yang berlangsung lama
dan berawal dari kelompok suku dan/atau masyarakat sederhana dan homogen
kemudian secara bertahap menjadi masyarakat yang lebih maju dan akhirnya
menjadi masyarakat modern yang heterogen, kompleks dan diferensiasi fungsi.
Dalam menjalani
tahapan-tahapan perubahan tersebut setiap kelompok masyarakat mempunyai
metode/cara yang tidak sama karena menyesuaikan dengan unsur budaya lokal.
Adalah pemikiran Auguste Comte sebelum Herbert Spencer, yang menitikberatkan bahwa
masyarakat adalah pemimpin yang memiliki kedudukan dominan terhadap individu
manusia pribadi. Darwinisme
Sosial menggambarkan bahwa perubahan dalam masyarakat berlangsung secara
evolusioner (lama) yang dipengaruhi oleh kekuatan yang tidak dapat diubah oleh
perilaku manusia. Individu menjadi poros utama perubahan.
Meski masyarakat dapat dianalisis secara struktural, namun individu pribadi
adalah dasar dari struktur sosial, karena Spencer memandang sosiologi sebagai
ilmu pengetahuan mengenai hakikat manusia secara inkorporatif. Struktur sosial
dibangun untuk memenuhi keperluan anggotanya. Teori Spencer mengedepankan
perjuangan hidup dan karenanya sangat cocok dengan perkembangan kapitalisme,
liberalisme dan individualisme. Hal ini dituangkan dalam buku Principles of Sociology, 1855.
Dengan begitu Teori
evolusi merupakan buah filsafat materialistik yang muncul bersamaan dengan
kebangkitan filsafat-filsafat materialistik kuno dan kemudian menyebar luas di
abad ke 19. Seperti telah disebutkan sebelumnya, paham materialisme berusaha
menjelaskan alam semesta melalui faktor-faktor materi. Karena menolak pencipta,
pandangan ini menyatakan bahwa segalah sesuatu, hidup ataupun tak hidup, muncul
tidak melalui pencipta tetapi dari sebuah peristiwa kebetulan yang kemudian
mencapai kondisi teratur.
Akan tetapi, akal
manusia sedemikian terstruktur sehingga mampu memahami keberadaan sebuah
kehendak yang mengatur di mana pun ia menemukan keteraruran. Filsafat
materialistis, yang bertantangan dengan karakteristik paling mendasar akal
manusia ini, memunculkan “ teori evolusi” di pertengahan abad ke 19. Serta
Teori Evousi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian
besar manusia.
Teori
Fungsionalisme
Teori
fungsionalisme adalah suatu bangunan teori
yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh
yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan
Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh
pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu
terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut
merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan
hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional
ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.
Durkheim
mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya
terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut
mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Teori
fungsionalisme yang menekankan kepada keteraturan bahwa masyarakat merupakan
suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang
saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi
pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain, dengan
kata lain masyarakat senantiasa berada dalam keadaan berubah secara
berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan.
Gambaran yang disajikan Dahrendorf mengenai pokok-pokok teori
fungsionalismeadalah sebagai berikut :
1.
Setiap
masyarakat merupakan suatu struktur unsur yang relatif gigih danstabil.
2.
Mempunyai
struktur unsur yang terintegrasi dengan baik.
3.
Setiap unsur dalam masyarakat mempunyai fungsi,
memberikan sumbangan pada terpeliharanya masyarakat sebagai suatu system.
4.
Setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada
consensus mengenai nilai dikalangan para
anggotanya.
Fungsionalisme Durkheim ini tetap bertahan dan dikembangkan
lagi olehdua orang ahli antropologi abad ke 20,
yaitu Bronislaw Malinowski dan A.R Radcliffe-
Brown. Keduanya dipengaruhi oleh ahli-ahli sosiologi yang melihatmasyarakat
sebagai organisme hidup, dan keduanya menyumbang buah fikiranmereka tentang hakikat analisa
fungsional yang dibangun diatas model organis.
Teori
Kontak Budaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
tahun 1989, istilah akulturasi diartikan sebagai penyerapan yang terjadi oleh
seorang individu atau sekelompok masyarakat terhadap beberapa sifat tertentu
dari kebudayaan kelompok lain sebagai akibat dari kontak atau interaksi dari
kedua kelompok kebudayaan tersebut, sedangkan akulturasi budaya diartikan
sebagai hasil interaksi manusia berupa pencampuran dari beberapa macam
kebudayaan secara perlahan menuju bentuk budaya baru. Dan dapat disimpulkan
disini bahwa akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua
kebudayaan yang berbeda dan melebur menjadi satu sehingga menghasilkan adanya
kontak kebudayaan baru atau sebuah akulturasi yang menghasilkan bentuk-bentuk
kebudayaan baru dan tidak melenyapkan kebudayaan aslinya.
Pada awal kontak antar budaya maka yang
terjadi adalah proses peniruan karakteristik dari isi suatu unsur kebudayaan
tertentu. Setelah proses peniruan itu dipakai berulang-ulang dan dibiasakan
dalam suatu komunitas tertentu maka kebudayaan yang sebelumnya hanya merupakan
pinjaman, kini berubah menjadi kebudayaan setempat.
Dalam kebudayaan, proses pinjaman
kebudayaan itu berbeda dengan akulturasi. Akulturasi adalah proses pertemuan
unsur-unsur dari berbagai kebudayaan yang berbeda, yang diikuti dengan
percampuran unsur-unsur tersebut. Syarat akulturasi adalah harus didahului
dengan kontak. Namun dalam kebudayaan pinjaman tidak selalu atau bahkan tidak
didahului dengan kontak, misalnya : Anda tidak pernah kontak dengan orang
Amerika namun Anda makan Mc Donald.
Secara
teoritis teori ekologi kebudayaan tetap berdasarkan konsep akulturasi. Pada
akulturasi terjadi proses pertemuan unsur-unsur dari berbagai kebudayaan yang
berbeda, yang diikuti dengan percampuran unsur-unsur kebudayaan tersebut.
Perbedaan antara unsur-unsur asing dengan yang asli masih nampak. Kadang-kadang
akulturasi yang terjadi itu bersifat bilateral, karena perubahan kebudayaan itu
terjadi pada masyarakat yang mengadakan kontak sebagai hasil hubungan tersebut.
Dan disebut akulturasi unilateral karena proses pertemuan dan percampuran
unsur-unsur kebudayaan dari masyarakat yang berbeda-beda, dimana perubahan
hanya terjadi pada salah satu kebudayaan saja.
Lingkungan
kebudayaan sangat berpengaruh terhadap perubahan-perubahan tampilan budaya material
seperti makanan, pakaian, juga bersifat immaterial seperti perilaku hidup
beragama, memilih pasangan dalam perkawinan dan lain-lain.
Teori ini mengemukakan dua konsep,
yakni; pertama: apabila penduduk bertambah banyak maka tanah yang dimiliki
semakin kecil, jadi kebutuhan lahan makin bertambah. Lalu penduduk yang padat
itu berusaha menggeser tempat tinggal ke tempat kosong di tepi kota, atau dekat
dengan fasilitas pelayanan umum.
Akibatnya
jumlah pendatang baru akan bertindak sebagai “penjajah”. Pendatang baru selalu
menampilkan perbedaan-perbedaan yang mencolok, seperti tampilan dalam
berpakaian, makanan, minuman, hingga penggunaan kata-kata baru. Keadaan ini
terbalik dengan penduduk asli yang diasumsikan malas, kurang kreatif dan kurang
inovatif sehingga kurang menerima inovasi kebudayaan dari luar.
Faktor-faktor yang telah disebutkan
sebelumnya mempunyai dampak yang sangat besar dalam komunikasi antar budaya
dimana apabila makin banyak orang meninggalkan daerah dan kebudayaan asal dan
melintasi ke ruang kehidupan budaya lain, maka lama kelamaan kebudayaan yang
dia miliki akan berakulturasi secara tidak langsung dengan kebudayaan baru di
tempat tujuan.
Teori
Sinkronisasi Budaya
Teori Sinkronisasi Budaya (Hamelink,
1983) menyatakan “lalu lintas produk budaya masih berjalan satu arah dan pada
dasarnya mempunyai mode yang sinkronik . Negara-negara Metropolis terutama
Amerika Serikat menawarkan suatu model yang diikuti negara-negara satelit yang
membuat seluruh proses budaya lokal menjadi kacau atau bahkan menghadapi jurang
kepunahan. Dimensi-dimensi yang unik dari budaya Nusantara dalam spektrum nilai
kemanusiaan yang telah berevolusi berabad-abad secara cepat tergulung oleh
budaya mancanegara yang tidak jelas manfaatnya. Ironisnya hal tersebut justru
terjadi ketika teknologi komunikasi telah mencapai tataran yang tinggi,
sehingga kita mudah melakukan pertukaran budaya.
(Dalam sumber yang sama) Hamelink juga
mengatakan, bahwa dalam sejarah budaya manusia belum pernah terjadi lalu lintas
satu arah dalam suatu konfrontasi budaya seperti yang kita alami saat ini.
Karena sebenarnya konfrontasi budaya dua arah di mana budaya yang satu dengan
budaya yang lainnya saling pengaruh mempengaruhi akan menghasilkan budaya yang
lebih kaya (kompilasi). Sedangkan konfrontasi budaya searah akan memusnahkan
budaya yang pasif dan lebih lemah. Menurut Hamelink, bila otonomi budaya
didefinisikan sebagai kapasitas masyarkat untuk memutuskan alokasi
sumber-sumber dayanya sendiri demi suatu penyesuaian diri yang memadai terhadap
lingkungan, maka sinkronisasi budaya tersebut jelas merupakan ancaman bagi
otonomi budaya masyarakatnya.
Teori
Tantangan dan Tanggapan
Toynbee yang bernama lengkap Arnold
Joseph Toynbee lahir di London, Inggris pada tanggal 14 April tahun 1889. Ia merupakan
sejarawan besar yang menulis buku monumental yang mengulas tentang peradaban
manusia, A Study of history sejumlah 12 jilid antara tahun 1934-1961 yang
menuliskan tentang sebuah metahistory yang ada dalam peradaban yang mencakup
kemunculan, pertumbuhan dan kehancurannya.
Pemikiran toynbee tentang peradaban
adalah bahwa peradaban selalu mengikuti alur mulai dari kemunculan sampai
kehancuran. Teori Toynbee ini senada dengan hukum siklus. Artinya ada
kelahiran, pertumbuhan, kematian, kemudian disusul dengan kelahiran lagi, dan
seterusnya. Pemikiran Toynbee ini senada dengan teori yang berkembang di Yunani
pada masa pra-Socrates.
Mengacu pada pemikiran Toynbee tentang
terbentuknya gereja universal, munculnya penyelamat atau Al Mahdi, pernyataan
bahwa peradaban adalah “tangan pelayan” dari agama, dan fungsi historis
peradaban adalah sebagai batu loncatan menuju wawasan keagamaan maka secara
tidak langsung pemikiran ini senada dengan pemikiran para pemikir patristik,
seperti St Augustinus. Lebih lanjut lagi Toynbee menyatakan bahwa keruntuhan
kebudayaan bisa dihentikan. Upaya menghentikan keruntuhan kebudayaan/peradaban
yang mungkin berhasil ialah dengan penggantian segala norma-norma kebudayaan
dengan norma-norma ketuhanan. Lebih lanjut lagi, ia menyatakan bahwa dengan
penggantian itu, tampaklah pula tujuan gerak sejarah ialah kehidupan ketuhanan,
atau dengan bahasan yang lebih konkret adalah Kerajaan Allah.
Dalam mengaji peradaban itu, Toynbee
melakukan pendekatan yang sama. Ia dengan detail mengulas tentang asal usul,
pertumbuhan, kemunduran, status universal, dan disintegrasi.
Toynbee melihat gejala
peradaban sebagai sebuah siklus. Dalam pandangan ini peradaban, seperti halnya
riwayat organisme hidup, mengalami tahap-tahap kelahiran, tumbuh dewasa dan
runtuh. Dalam proses perputaran itu sebuah peradaban tidak selalu berakhir
dengan kemusnahan total.
Terdapat kemungkinan bahwa proses itu
berulang, meskipun dengan corak yang tidak sepenuhnya sama dengan peradaban
yang mendahuluinya. Toynbee menyatakan bahwa peradaban peradaban baru yang
menggantikannya itu dapat mencapai prestasi melebihi peradaban yang digantikannya.
Lebih lanjut lagi bagi Toynbee peradaban adalah suatu rangkaian siklus
kehancuran dan pertumbuhan, tetapi setiap peradaban baru yang kemudian muncul
dapat belajar dari kesalahan-kesalahan dan meminjam kebudayaan dari tempat
lain.
Toynbee mendeskripsikan sebab-sebab
muncul, tumbuh, dan gulung tikarnyakebudayaan dari kesejarahan. Ia meekankan
sisi “intelligible” (semacam penalaran) studi sejarah dimana peradaban muncul
bila manusia menghadapi situasi sulit yang menantang hingga bertumbuh
kegiatan-kegiatan kreatif untuk melakukan usaha-usha yang tak terduga dalam
proses “challenge and response”. Melalui tantanganini munculah peradaban, dan
bila terus kreatif akan menumbuhkan tanggapan yang makin canggih dengan
kreativitas yang makin optimal. Rangsangan-rangsangan kebudayaan terus diasah
dan dipertajam yang secara lahiriah berupa penguasaan keadaan luar dan secara
batiniah berupa artikulasi dari dalam “self-determination” yang progresif.
Terdapat proses “etherialization” yaitu
ikhtiar-ikhtiar untuk memusatkan energy kebudayaan pada optimalisasi
tantangan-tantangan yang semakin halus atau spiritualisasidari kebudayaan.
Perdaban akan runtuh bila gagal memunculkan kretivitas dalam menghadapi
tantangan. Puncak keruntuhan terjadi bila ada disintegrasi peradaban dimana
kesatuan sosial pecah dan ketidakmampuan kebudayaan itu memberi tanggapan
kreatif pada tantangan zaman.
Peradaban muncul karena dua faktor yang berkaitan: adanya minoritas kreatif dan kondisi lingkungan. Antara keduanya tak ada yang terlalu menguntungkan atau terlalu merugikan bagi pertumbuhan kultur. Mekanisme kelahiran dan dinamika kelangsungan hidup kultur dijelmakan dalam konsep tantangan dan tanggapan (challange and response).
Peradaban muncul karena dua faktor yang berkaitan: adanya minoritas kreatif dan kondisi lingkungan. Antara keduanya tak ada yang terlalu menguntungkan atau terlalu merugikan bagi pertumbuhan kultur. Mekanisme kelahiran dan dinamika kelangsungan hidup kultur dijelmakan dalam konsep tantangan dan tanggapan (challange and response).
Lingkungan (mula-mula alamiah, kemudian
juga sosial) terus menerus menantang masyarakat, dan masyarakat melalui
minoritas kreatif menentukan cara menanggapi tantangan itu. Segera setelah itu
tantangan ditanggapi, muncul tantangan baru dan diikuti oleh tanggapan
berikutnya. Toynbee memperkenalkan sejarah dalam kaitan dengan
challenge-and-response. Peradaban muncul sebagai jawaban atas beberapa satuan
tantangan kesukaran ekstrim, ketika "minoritas kreatif" yang
mengorientasikan kembali keseluruhan masyarakat.
Minoritas kreatif ini adalah sekelompok
manusia atau bahkan individu yang memiliki "self-determining"
(kemampuan untuk menentukan apa yang hendak dilakukan secara tepat dan semangat
yang kuat). Dengan adanya minoritas kreatif, sebuah kelompok manusia akan bisa
keluar dari masyarakat primitif.
Peradaban hanya tercipta karena
mengatasi tantangan dan rintangan, bukan karena menempuh jalan yang terbuka
lebar dan mulus. Toynbee membahas lima perangsang yang berbeda bagi kemunculan
peradaban, yakni kawasan yang: ganas, baru, diperebutkan, ditindas, dan tempat
pembuangan.
Teori
Tindakan atau Action Theory
Sebuah teori yang memandang sosiologi
sebagai penjelasan dari tindakan sosial dan memahami maksud, tujuan, keyakinan,
dan nilai pelaku tindakan sebagai langkah penting pertama dalam pekerjaan itu.
Teori tindakan atau action theory (Talcott Parson, E. Shils, Robert K. Merton
dan lain-lain). Kebudayaan (berdasarkan teori tindakan ini) terdiri dari empat
komponen sebagai berikut :
(1)
Sistem Budaya (Culture System)
(2)
Sistem Sosial (Social System)
(3)
Sistem Kepribadian (Personality System)
(4)
Sistem Organik (Organic System).
(1) Sistem Budaya (Culture
Sistem)
Merupakan komponen yang abstrak dari
kebudayaan yang terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep,
tema-tema berpikir dan keyakinan-keyakinan (lazim disebut adat-istiadat). Di
antara adat-istiadat tersebut terdapat “sistem nilai budaya”, “sistem norma”
yang secara khusus dapat dirinci dalam berbagai norma menurut pranata yang ada
di masyarakat. Fungsi sistem budaya adalah menata dan memantapkan
tindakan-tindakan serta tingkah-laku manusia.
(2) Sistem Sosial (Social
System)
Terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia
atau tindakan-tindakan dari tingkah laku berinteraksi antarindividu dalam
bermasyarakat. Sebagai rangkaian tindakan berpola yang berkaitan satu sama
lain, sistem sosial itu bersifat kongkrit dan nyata dibandingkan dengan sistem
budaya (tindakan manusia dapat dilihat atau diobservasi). Interaksi manusia di
satu pihak ditata dan diatur oleh sistem budaya. Namun di lain pihak
dibudayakan menjadi pranata-pranata oleh nilai-nilai dan norma tersebut.
(3) Sistem Kepribadian (Personality System)
adalah soal isi jiwa dan watak individu
yang berinteraksi sebagai warga masyarakat. Kepribadian individu dalam suatu
masyarakat walaupun satu sama lain berbeda-beda, namun dapat distimulasi dan
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma dalam sistem budaya dan
dipengaruhi oleh pola-pola bertindak dalam sistem sosial yang telah
diinternalisasi melalui proses sosialisasi dan proses pembudayaan selama hidup,
sejak kecilnya. Dengan demikian sistem kepribadian manusia berfungsi sebagai
sumber motivasi dari tindakan sosialnya.
(4) Sistem Organik (Organic
System)
Melengkapi seluruh kerangka sistem
dengan mengikut-sertakan proses biologik dan bio kimia ke dalam organisme
manusia sebagai suatu jenis makhluk alamiah. Proses biologik dan biokimia
tersebut apabila dipelajari lebih dalam ikut menentukan kepribadian individu,
pola-pola tindakan manusia, dan bahkan gagasan-gagasan yang dicetuskan
(Koentjaraningrat, 1980: 235-236).
Kebiasaan suku Lampung bila
menghidangkan tamu yang dihormati, atau kerabat yang dihormati adalah
menyuguhkan kepala ikan ‘culture system’. Budaya ini tidak boleh dipahami dari
sudut pandangan orang Jawa atau orang Sunda, di mana kebiasaan kedua suku
tersebut apabila memberikan jamuan makan dengan hidangan kepala ikan dianggap
sebagai suatu penghinaan ‘social system’.
Sebagai ilmuwan kita harus memahami
budaya tersebut dari budaya daerah itu sendiri atau dari induk budayanya.
Ikan-ikan yang ada di Lampung adalah ikan-ikan besar dan orang Lampung tidak
mau mengkonsumsi ikan yang kecil-kecil, kecuali dibuat terasi atau makanan
lainnya. Ikan yang biasa dimakan mereka adalah ikan yang “rasa kepalanya enak”,
seperti ikan baung, jelabat, dan sebagainya. Orang Lampung tidak menghidangkan
ikan seperti mujair, gurami, tawes, wader, dan sebagainya untuk menjamu tamu
yang dihormati.
Maka karena rasa kepala ikan baung, ikan
jelabat sangat enak, dan ikannya besar ‘organic system’, maka sangat wajar bila
mereka menghidangkan ikan kepada tamunya pada bagian kepalanya. Sebaliknya
jenis ikan di Jawa adalah ikan yang kecil-kecil sehingga kalau memberikan
suguhan ikan pada kepalanya sama (nilainya) dengan memberi kucing. Oleh karena
itu, menjelaskan suatu budaya haruslah dipahami dari budaya (atau sistem budaya
yang berlaku) itu sendiri.
Theory
Orientation Value Of Culture Teori / Orientasi Nilai Budaya
Terdapat banyak nilai kehidupan yang
ditanamkan oleh setiap budaya yang ada di dunia. Nilai kebudayaan pasti
berbeda-beda pada dasarnya tetapi kesekian banyak kebudayaan di dunia ini
memiliki orientasi-orientasi yang hampir sejalan terhadap yang lainnya. Jika
dilihat dari lima masalah dasar dalam hidup manusia, orientasi-orientasi nilai
budaya hampir serupa. Lima Masalah Dasar Dalam Hidup yang Menentukan Orientasi
Nilai Budaya Manusia ( kerangka Kluckhohn ) :
v Hakekat
Hidup
1.
Hidup itu buruk
2.
Hidup itu baik
3.
Hidup bisa buruk dan baik, tetapi
manusia tetap harus bisa berikthtiar agar hidup bisa menjadi baik.
4.
Hidup adalah pasrah kepada nasib yang
telah ditentukan.
v Hakekat
Karya
1.
Karya itu untuk menafkahi hidup
2.
Karya itu untuk kehormatan.
Persepsi Manusia Tentang Waktu
1.
Berorientasi hanya kepada masa kini. Apa
yang dilakukannya hanya untuk hari ini dan esok. Tetapi orientasi ini bagus
karena seseorang yang berorientasi kepada masa kini pasti akan bekerja
semaksimal mungkin untuk hari-harinya.
2.
Orientasi masa lalu. Masa lalu memang
bagus untuk diorientasikan untuk menjadi sebuah evolusi diri mengenai apa yang
sepatutnya dilakukan dan yang tidak dilakukan.
3.
Orientasi masa depan. Manusia yang
futuristik pasti lebih maju dibandingkan dengan lainnya, pikirannya terbentang
jauh kedepan dan mempunyai pemikiran nyang lebih matang mengenai
langkah-langkah yang harus di lakukann nya.
v Pandangan
Terhadap Alam
1.
Manusia tunduk kepada alam yang
dashyat.
2.
Manusia berusaha menjaga keselarasan
dengan alam.
3.
Manusia berusaha menguasai alam.
v Hubungan
Manusia Dengan Manusia
1.
Orientasi kolateral (horizontal), rasa
ketergantungan kepada sesamanya, barjiwa gotong royong.
2.
Orientasi vertikal, rasa ketergantungan
kepada tokoh-tokoh yang mempunyai otoriter untuk memerintah dan memimpin.
3.
Individualisme, menilai tinggi uaha atas
kekuatan sendiri.
Perubahan
Budaya
Pengertian perubahan kebudayaan adalah
suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian diantara
unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak
serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh
dari perubahan kebudayaan adalah :
Masuknya mekanisme pertanian
mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti
teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik
penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan
pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan
menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a. Mendorong perubahan kebudayaan
a. Mendorong perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang
memiliki potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi (
kebudayaan material).Adanya individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur
perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.Adanya faktor adaptasi dengan
lingkungan alam yang mudah berubah.
b.
Menghambat perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang
memiliki potensi sukar berubah
seperti : adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material), Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi tu yang kolot.
seperti : adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan non material), Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi tu yang kolot.
Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
1. Faktor intern
§ Perubahan
Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah
biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan
diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan penduduk
akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
§ Konflik
sosial
Konflik social dapat mempengaruhi
terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o: konflik
kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah
transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat
dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
§ Bencana
alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat
dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi
masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka
harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga
terjadi proses asimilasi maupun akulturasi.
§ Perubahan
lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor
misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena
erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat
mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya
adaptasi dengan lingkungan setempat.
2. Faktor ekstern
§ Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur
perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah
sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain
berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat
sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
§ Penyebaran
agama
Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari
India atau budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam ke
Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses
penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
§ Peperangan
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia
umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana
tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
Perubahan
Budaya Difusi
Proses perubahan budaya dapat terjadi
karena difusi, yakni unsur budaya yang satu bercampur dengan unsur budaya
lainnya sehingga menjadi kompleks, di mana unsur komponennya menjadi tidak
dekat lagi dengan unsur budaya aslinya. Kajian di Melanesia dan Afrika Barat
pengaruh aliran budaya dari Asia Tenggara. Budaya Mesir purba yang masih
tertinggal di India, Cina, Kepulauan Pasifik hingga sampai ke Dunia Baru
Malinowski tidak sepakat dengan teori tersebut, melalui kajian empiris dia
menyatakan difusi merupakan proses yang diarahkan oleh budaya yang lebih kuat /
pemberi budaya dan mendapat tantangan hebat dari budaya yang lemah / penerima
budaya (Malinowski, 1983: 27).
Hasil penelitian di daerah transmigrasi
Rajabasa Lama, Way Jepara Lampung Tengah 1995-1997 menunjukkan terjadinya
difusi di bidang cara pengolahan lahan pertanian. Hal ini terjadi di mana
penduduk suku Lampung yang tadinya terbiasa mengolah lahan secara tertutup
(masih menyisakan bagian hutan di lahan pertanian), kini mereka mulai mengolah
lahan secara terbuka (membabat habis sisa hutan yang tadinya sebagai cadangan
kayu dan sebagainya).
Transmigrasi asal suku Jawa yang tadinya
mencangkul dalam-dalam tanahnya sebelum ditanami, kini mereka hanya mengoret
(mencangkul tipis-tipis lahannya untuk sekedar menghilangkan rumputnya) seperti
yang biasa dilakukan oleh orang Lampung, karena ternyata dengan mengoret
humusnya tidak cepat habis. Para transmigran juga membuat gerobak, seperti
halnya gerobaknya orang Lampung yang berukuran kecil dan ramping, sehingga
cukup ditarik oleh sapi seekor dan mudah menerobos di jalan-jalan setapak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar