Kamis, 04 Juli 2013

SENI DEBUS PUSAKA BANTEN



Di sini saya akan menulis sedikit tentang kebudayaan yang ada di daerah Banten. Banten adalah  sebuah suku bangsa yang ada di Provinsi Banten, dan sebuah Provinsi yang ada di Pulau Jawa, yang pusat pemerintahannya berada di kota Serang. Setelah Kerajaan Tarumanagara runtuh sekitar abad ke-8 M, di Sebelah Barat Sungai Citarum berdiri pusat kekuasaan baru yang bernama Kerajaan Sunda dan Banten merupakan salah satu daerah kekuasaan Raja Sunda yang terletak di sebelah barat pusat kekuasaannya, dan Banten juga merupakan salah satu daerah yang dianggap penting terutama untuk kepentingan perdagangan. Sebagian besar anggota masyarakat Banten memeluk agama Islam dengan semangat religius yang tinggi, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai.
Di Provinsi Banten terdapat Suku Baduy. Suku Baduy Dalam merupakan suku asli Sunda Banten yang masih menjaga tradisi antimodernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Suku Baduy-Rawayan tinggal di kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektare di daerah Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang, yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
Penduduk asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut dikelompokkan, sebagian menggunakan bahasa sunda kasar dan sebagian lagi menggunakan bahasa sunda modern dan ada juga yang mnggunakan Bahasa Indonesia. Potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, salah satunya antara lain adalah ”DEBUS”, Di samping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang, dan masih banyak peninggalan lainnya.
Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten yang mempertunjukkan kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras dan lain- lain. Kesenian ini berawal pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Sedangkan pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (16511692) Debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat Banten melawan penjajah Belanda pada masa itu. Kesenian Debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.
Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar, dan pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat. Dan Debus mulai dikenal pada masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam, namun ada juga yang menyebutkan Debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu itu, dan yang lainnya menyebutkan bahwa Debus berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien (Tahun 18481908).
Kesenian Debus yang sering dipertontonkan di antaranya:
  •  Menusuk perut dengan tombak atau senjata tajam lainnya tanpa terluka.
  • Mengiris bagian anggota tubuh dengan pisau atau golok.
  •  Memakan api.
  • Menusukkan jarum kawat ke lidah, kulit pipi atau anggota tubuh lainnya hingga tembus tanpa mengeluarkan darah.
  • Menyiram tubuh dengan air keras hingga pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulit tetap utuh.
  • Menggoreng telur di atas kepala.
  • Membakar tubuh dengan api.
  • Menaiki atau menduduki susunan golok tajam.
  • Bergulingan di atas serpihan kaca atau beling.
Para pemain Debus terdiri dari seorang Syeh (Pemimpin permainan), beberapa orang Pezikir, Pemain, dan Penabuh gendang. 1-2 minggu sebelum diadakannya pertunjukan Debus biasanya para pemain akan melaksanakan pantangan-pantangan tertentu agar selamat ketika melakukan pertunjukan, yaitu :
1.      Tidak boleh minum-minuman keras;
2.      Tidak boleh berjudi;
3.      Tidak boleh mencuri;
4.      Tidak boleh tidur dengan isteri atau perempuan lain; dan lain sebagainya.
Permainan debus biasanya dilakukan di halaman rumah pada saat diadakannya acara-acara lain yang melibatkan banyak orang. Peralatan yang digunakan dalam permainan adalah:
a.       Debus dengan gada-nya;
b.     Golok yang digunakan untuk mengiris tubuh pemain debus;
c.      Pisau juga digunakan untuk mengiris tubuh pemain;
d.     Bola lampu yang akan dikunyah atau dimakan (sama seperti permainan kuda lumping di Jawa Tengah dan Timur;
e.      Panci yang digunakan untuk menggoreng telur di atas kepala pemain;
f.       Buah kelapa ;
g.      Minyak tanah dan lain sebagainya.
Sementara alat musik pengiringnya antara lain:
  • Gendang besar;
  • Gendang kecil;
  • Rebana
  • Seruling; dan
  • Kecrek.
Permainan Debus pada umumnya diawali dengan mengumandangkan beberapa lagu tradisional (sebagai lagu pembuka atau "gembung"). Setelah gembung berakhir, maka dilanjutkan dengan pembacaan zikir yang berisi puji-pujian kepada Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw yang tujuannya adalah agar mendapat keselamatan selama mempertunjukkan Debus. Setelah zikir selesai, maka dilanjutkan dengan permainan pencak silat yang diperagakan oleh satu atau dua pemain tanpa menggunakan senjata tajam.
Kegiatan selanjutnya adalah permainan Debus itu sendiri yang berupa berbagai macam atraksi, seperti: menusuk perut dengan menggunakan Debus; mengupas buah kelapa dan memecahkannya dengan cara dibenturkan ke kepala sendiri; memotong buah kelapa dan membakarnya di atas kepala; menggoreng telur dan kerupuk di atas kepala; menyayat tubuh dengan sejata tajam seperti golok dan pisau; membakar tubuh dengan minyak tanah atau berjalan-jalan di atas bara api; memakan kaca dan atau bola lampu; memanjat tangga yang anak tangganya adalah mata golok-golok tajam dengan bertelanjang kaki; dan menyiram tubuh dengan air keras.
Dan apabila terjadi "kecelakaan" yang mengakibatkan pemain terluka, maka Syeh akan menyembuhkannya dengan mengusap bagian tubuh yang terluka disertai dengan membaca mantra-mantra, sehingga luka dalam tersebut dapat sembuh seketika. Permainan Debus yang dilakukan oleh masyarakat Banten, jika dicermati secara mendalam, maka di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama dan bekal kehidupan di kemudian hari. Nilai-nilai itu antara lain kerja sama, kerja keras, dan religius.
Kebudayaan itu sangat penting sebagai alat perjuangan untuk mendapatkan pengakuan kesetaraan dalam pergaulan antarbangsa yang sesungguhnya. Setiap negara akan berusaha tampil dengan kelengkapan budayanya sebagai jatidiri yang membedakan dengan negara lainnya, karena   jatidiri atau identitas bangsa adalah Kebudayaan. Kebudayaan Banten merupakan bagian tak terpisahkan dari Kebudayaan nasional. Identitas orang Banten adalah bagian yang tidak terpisahkan dari identitas nasional.

         



Tidak ada komentar:

Posting Komentar