Di sini saya akan menulis sedikit
tentang kebudayaan yang ada di daerah Banten. Banten adalah sebuah
suku bangsa yang ada di Provinsi Banten, dan sebuah Provinsi yang ada di Pulau
Jawa, yang pusat pemerintahannya berada di kota Serang. Setelah Kerajaan
Tarumanagara runtuh sekitar abad ke-8 M, di Sebelah Barat Sungai Citarum
berdiri pusat kekuasaan baru yang bernama Kerajaan Sunda dan Banten merupakan
salah satu daerah kekuasaan Raja Sunda yang terletak di sebelah barat pusat
kekuasaannya, dan Banten juga merupakan salah satu daerah yang dianggap penting
terutama untuk kepentingan perdagangan. Sebagian
besar anggota masyarakat Banten memeluk agama Islam dengan semangat religius yang tinggi, tetapi pemeluk agama
lain dapat hidup berdampingan dengan damai.
Di
Provinsi Banten terdapat Suku Baduy.
Suku Baduy Dalam merupakan suku asli Sunda Banten yang masih menjaga tradisi antimodernisasi, baik
cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Suku Baduy-Rawayan tinggal di
kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektare di daerah Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung
di Pegunungan Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari
nenek moyang, yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
Penduduk asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara
menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda
Kuno. Dialek tersebut dikelompokkan, sebagian menggunakan bahasa sunda kasar
dan sebagian lagi menggunakan bahasa sunda modern dan ada juga yang mnggunakan
Bahasa Indonesia. Potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, salah satunya
antara lain adalah ”DEBUS”, Di samping itu juga terdapat peninggalan warisan
leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang, dan masih banyak
peninggalan lainnya.
Debus
merupakan kesenian bela diri dari Banten yang
mempertunjukkan kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya kebal senjata
tajam, kebal air keras dan lain- lain. Kesenian ini berawal pada abad ke-16,
pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Sedangkan
pada zaman Sultan
Ageng Tirtayasa
(1651—1692) Debus menjadi
sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat Banten melawan penjajah Belanda pada masa itu.
Kesenian Debus saat ini merupakan kombinasi antara seni tari dan suara.
Debus
dalam bahasa
Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar, dan pada
masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk
acara kebudayaan ataupun upacara adat. Dan Debus mulai dikenal pada masyarakat
Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam, namun ada juga yang
menyebutkan Debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang
diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam
pada waktu itu, dan yang lainnya menyebutkan bahwa Debus berasal dari tarekat
Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh
para pengawal Cut Nyak Dien (Tahun 1848—1908).
Kesenian Debus
yang sering dipertontonkan di antaranya:
- Menusuk perut dengan tombak atau senjata tajam lainnya tanpa terluka.
- Mengiris bagian anggota tubuh dengan pisau atau golok.
- Memakan api.
- Menusukkan jarum kawat ke lidah, kulit pipi atau anggota tubuh lainnya hingga tembus tanpa mengeluarkan darah.
- Menyiram tubuh dengan air keras hingga pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulit tetap utuh.
- Menggoreng telur di atas kepala.
- Membakar tubuh dengan api.
- Menaiki atau menduduki susunan golok tajam.
- Bergulingan di atas serpihan kaca atau beling.
Para
pemain Debus terdiri dari seorang Syeh (Pemimpin permainan), beberapa orang
Pezikir, Pemain, dan Penabuh gendang. 1-2 minggu sebelum diadakannya
pertunjukan Debus biasanya para pemain akan melaksanakan pantangan-pantangan
tertentu agar selamat ketika melakukan pertunjukan, yaitu :
1.
Tidak boleh minum-minuman keras;
2.
Tidak boleh berjudi;
3.
Tidak boleh mencuri;
4.
Tidak boleh tidur dengan isteri atau
perempuan lain; dan lain sebagainya.
Permainan
debus biasanya dilakukan di halaman rumah pada saat diadakannya acara-acara
lain yang melibatkan banyak orang. Peralatan yang digunakan dalam permainan
adalah:
a.
Debus dengan gada-nya;
b. Golok yang digunakan untuk mengiris
tubuh pemain debus;
c. Pisau juga digunakan untuk mengiris
tubuh pemain;
d. Bola lampu yang akan dikunyah atau
dimakan (sama seperti permainan kuda lumping di Jawa Tengah dan Timur;
e. Panci yang digunakan untuk
menggoreng telur di atas kepala pemain;
f.
Buah kelapa ;
g.
Minyak tanah dan lain sebagainya.
Sementara
alat musik pengiringnya antara lain:
- Gendang besar;
- Gendang kecil;
- Rebana
- Seruling; dan
- Kecrek.
Permainan
Debus pada umumnya diawali dengan mengumandangkan beberapa lagu tradisional
(sebagai lagu pembuka atau "gembung"). Setelah gembung berakhir, maka
dilanjutkan dengan pembacaan zikir yang berisi puji-pujian kepada Allah Swt dan
Nabi Muhammad Saw yang tujuannya adalah agar mendapat keselamatan selama
mempertunjukkan Debus. Setelah zikir selesai, maka dilanjutkan dengan permainan
pencak silat yang diperagakan oleh satu atau dua pemain tanpa menggunakan
senjata tajam.
Kegiatan
selanjutnya adalah permainan Debus itu sendiri yang berupa berbagai macam
atraksi, seperti: menusuk perut dengan menggunakan Debus; mengupas buah kelapa
dan memecahkannya dengan cara dibenturkan ke kepala sendiri; memotong buah
kelapa dan membakarnya di atas kepala; menggoreng telur dan kerupuk di atas
kepala; menyayat tubuh dengan sejata tajam seperti golok dan pisau; membakar
tubuh dengan minyak tanah atau berjalan-jalan di atas bara api; memakan kaca
dan atau bola lampu; memanjat tangga yang anak tangganya adalah mata
golok-golok tajam dengan bertelanjang kaki; dan menyiram tubuh dengan air
keras.
Dan
apabila terjadi "kecelakaan" yang mengakibatkan pemain terluka, maka
Syeh akan menyembuhkannya dengan mengusap bagian tubuh yang terluka disertai
dengan membaca mantra-mantra, sehingga luka dalam tersebut dapat sembuh
seketika. Permainan Debus yang dilakukan oleh masyarakat Banten, jika dicermati
secara mendalam, maka di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan
sebagai acuan dalam kehidupan bersama dan bekal kehidupan di kemudian hari.
Nilai-nilai itu antara lain kerja sama, kerja keras, dan religius.
Kebudayaan itu sangat penting sebagai
alat perjuangan untuk mendapatkan pengakuan kesetaraan dalam pergaulan
antarbangsa yang sesungguhnya. Setiap negara akan berusaha tampil dengan
kelengkapan budayanya sebagai jatidiri yang membedakan dengan negara lainnya,
karena jatidiri atau identitas bangsa
adalah Kebudayaan. Kebudayaan Banten merupakan bagian tak terpisahkan dari
Kebudayaan nasional. Identitas orang Banten adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari identitas nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar